Pohon besar bercabang tanpa buah

Saya perempuan kelahiran 1998. Lahir di jakarta bukan sebagai penduduk jakarta. Tinggal di tangerang bukan menjadi warga asli tangerang. Sama seperti diri saya. Labil. Kali ini dalam berbagai aspek.

Saya sadar bahwa semua terlihat jelas ketika saya sampai di tingkatan ini. "Saya ingin jurusan yang menguasai hampir semua bidang tanpa ada salah satu di antaranya yang didalami." Itulah saya. Saya ingin semua. Tetapi berakhir tanpa keahlian.

Saya berjaya di 3 tahun kehidupan ini. Masa SMP. Kebahagiaan akan mengawali tulisan ini karena memang hanya masa itu yang terekam jelas kebanggaannya. Saya ketua kelas selama 3 tahun. Saya dikenal dan dibanggakan oleh semua warga sekolah. Saya menerima beasiswa selama 3 tahun. Saya merasa mudah melewati hampir semua mata pelajaran. Saya murid berprestasi di tempat les. Saya anggota OSIS yang selalu dipercaya. Saya berpengaruh dalam forum. Saya bahagia dan merasa aman ada di sekitar kawan2.

Tetapi selalu dengan pertanyaan di akhir hari "usaha apa yang sudah saya lakukan hingga sebanyak ini yang bisa saya dapatkan?"

Saya masuk ke Taman Kanak-kanak dengan status yang sama saja dengan anak2 lainnya. Pintar tetapi tidak berkesan. Biasa saja.

Masuk ke jenjang Sekolah Dasar, saya dapat melihat kemampuan diri ini. Kian berkembang. Senantiasa mendapat ranking baik. Dipercaya menjadi ketua kelas. Tetapi gagal dalam tujuan tertinggi hidup saya yaitu hubungan sosial. Saya terlalu mendewakan kebahagiaan orang lain tanpa paham bahwa tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama dengan saya. Ya saya di-bully. Dimulai dari kelas 2, dan semakin bertambah hingga kelas 5. Memang sempat berubah di tahun terakhir seiring dengan bertambah luasnya sudut pandang saya terhadap individu. Hanya satu tahun tetapi cukup untuk mengakhiri 6 tahun itu.

Hingga langkah besar saya ambil di bangku masa menengah atas. Saya pergi dari kota teraman bagi jiwa ini. Saya masuk ke sekolah berasrama. Di kota hujan. Bogor. Sempat tak yakin atas pengetahuan bahwa hampir semua pemuda berprestasi dari pelosok negeri ini bersatu di sekolah itu. Kepercayaan diri di awal memang sangat besar didukung dengan semua pengalaman saya sebelumnya. Tetapi mungkin terkikis perlahan seiring dengan banyaknya hal yang menjatuhkan. Saya memang saya yang mudah sekali terjatuh atas omongan orang lain. Saya inilah yang menerpurukkan diri dalam banyak waktu karena saya yang begitu saya.

Saya memang cukup baik dalam bidang akademik. Sekedar cukup. Saya juga cukup puas dengan pengalaman organisasi dengan setiap tahunnya berhasil memegang jabatan di osis sekolah. Juga senantiasa aktif berperan di hampir semua acara sekolah. Hingga di tahun terakhir dipercaya sebagai wakil presiden osis. Yang walaupun tanpa hal semacam pemilu untuk menetapkan saya sebagai wakil, tetapi saya merasa berhasil dalam membangun kepercayaan orang lain pada saya atas kebertanggungjawaban yang selalu saya usahakan di setiap tugas yang diberikan.

Tidak terlalu berhasil dalam akademik, tetapi paling tidak saya berhasil membuktikan pada diri sendiri bahwa saya bertanggung jawab. Kepercayaan yang saya berikan pada diri sendiri ini melebihi dari sekedar penting bagi saya. Satu kegagalan dapat meruntuhkan sekian besar hunian yang semisalnya saya bangun sebelumnya.

Tetapi ada satu bagian di 2 tahun terakhir. Yang pengaruhnya melebihi satu dan lain hal pada masa sebelumnya. Saya bergantung pada ini. Saya menetapkan bahwa saya bahagia dengan hal ini. Sebuah ketetapan bodoh yang membangun pola pikir menuju tindakan yang senantiasa mengusahakan agar saya bisa selalu bersama dengan hal yang saya anggap pusat kebahagiaan ini. Tanpa pernah saya sadari sebelumnya selama bertahun2, hal ini menghancurkan. Hal ini pembatas gerak saya atas kemauan dan ketetapan yang saya buat sendiri. Saya yang menentukan dan memutuskan bahwa saya memilih ini dan hasil setelahnya. Saya sempat sadar banyak yang tidak berkembang di dalam diri karena ini. Tetapi memang tidak semua karenanya. Semua memang karena saya yang terlalu terlambat memulainya dan tidak pernah memulai untuk memercayai diri.

Sekarang saya di sini. Di tengah banyak mulut dan telinga berbicara dan mendengar mengenai berbagai bahasan. Tetapi saya seperti berada di sana dengan saya sendiri yang mendorongnya untuk berada jauh.

Saya sudah di tingkat perguruan tinggi. Suatu fasa menyeramkan yang sangat menarik di awal. Masa membanggakan ketika dapat mengabulkan setiap doa terbaik yang dipanjatkan ibu saya agar saya masuk ke ITB. Tetapi masa tersulit ketika ternyata setiap usaha keras secara berkala tidak selalu berhasil sempurna atau bahkan sekedar baik. Saya gagal. Dengan definisi kata gagal sesungguhnya dalam semua aspek. Entah apa yang salah. Sempat terkhawatirkan bahwa "pusat kebahagiaan" saya adalah akibatnya. Tetapi kembali saya pahami bahwa memang ia masih menjadi kebahagiaan itu. Hingga keputusan di akhir menghasilkan pandangan tidak ada jawaban atas pertanyaan ini.

Saya melepas semua unit yang dulu saya inginkan. Sedikit sekali pula kontribusi saya dalam berbagai acara. Karena saya merasa bersalah. Untuk apa saya dapat secara percaya diri keluar dari zona tujuan utama ketika tujuan utama tidak terpenuhi. Saya sungguh2 kehilangan kata percaya diri yang sebelumnya bahkan belum berhasil saya tegakkan. Tidak hanya dalam hal organisasi atau unit pengembangan diri. Bertatap dengan massa fakultas atau bahkan geng saya sendiri saja terasa sulit. Karena lagi dan lagi, apa yang orang lain lihat terhadap diri saya selalu berpengaruh pada bagaimana saya menetapkan kepercayaan dalam diri. Mereka semua melebihi kemampuan saya. Sekali lagi dalam semua aspek. Saya akhirnya paham apa arti usaha yang sesungguhnya. Saya akhirnya merasakan apa yang mungkin teman2 lain di urutan terendah rasakan sebelumnya.

Lalu saya menegakkan kepala yang selama ini tertunduk. Melihat lebih jelas bahwa ternyata semua orang memiliki kemampuan di bidang tertentu. Kemudian berkaca dan bertanya apa yang saya miliki selama bertahun2 saya hidup.

Mungkin pertanyaan ini bisa muncul setelah beribu kegagalan datang di satu tahun ke belakang. Mungkin pemikiran berbeda akan muncul jika apa yang saya raih juga berbeda di satu tahun ke belakang ini.

Tetapi hal ini jelas mengganggu ketenangan saya saat ini. Ditambah lagi dengan hilangnya hal yang saya tetapkan sebagai pusat kebahagiaan saat itu. Saya merasa sendiri dengan pikiran saya makanya saya menulis. Saya merasa bodoh dan tak tahu apa2 makanya saya diam. Saya merasa tak punya satupun kemampuan diri makanya saya menjauh.

Saya masih tidak tahu apa yang terbentang jauh di sana. Tetapi saya punya tujuan. Saya ingin orang berhenti melihat saya dengan mata tertutup. Saya tidak sebuta dan sebodoh itu untuk tetap berada disini. Jadi, bagi pusat kebahagiaan itu, semoga kau berhenti mematenkan pikiran saya untuk kesal, sedih ataupun senang. Saya yang berhak atas semua, bukan dia. Saya ingin berhenti melihat bahwa semua keburukan hanya akan tertinggal jika "pusat kebahagiaan" menghilang. Saya pahan bahwa ada banyak hal membahagiakan dan membanggakan dari "pusat kebahagiaan". Tetapi seharusnya kebahagiaan tidak ditentukan olehnya. Saya paham pula bahwa berbagai orang orang di sekitar saya punya banyak kelebihan. Tetapi seharusnya saya sadar bahwa kebaikan, keikhlasan, dan peduli juga kelebihan.


Sekedar pemikiran dari pojok ruangan yang tersundut bahasan yang terkesan hebat bagi semua umat manusia, dari aku yang tak tahu apa2.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pilkada Serentak dalam Konflik Politik Indonesia

Sincerely emphatic